Minggu, 28 April 2013

HUTAN MANGROVE

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjo yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.

Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus, dan tempat persinggahan bagi burung-burung migran.
Beberapa jenis mangrove yang terkenal:
- Bakau (Rhizopora spp.)
- Api-api (Avicennia spp.)
- Pedada (Sonneratia spp.)
- Tanjang (Bruguiera spp.)

mangrove-2
Peranan, Manfaat dan Fungsi Hutan Magrove dalam kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali. Baik itu langsung dirasakan oleh penduduk sekitar maupun peranan, manfaat dan fungsi yang tidak langsung dari hutan mangrove itu sendiri.
Tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.
Menurut kamus Webster, habitat didefinisikan sebagai "the natural abode of a plant or animal, esp. the particular location where it normally grows or lives, as the seacoast, desert, etc". terjemahan bebasnya kira-kira adalah, tempat bermukim di alam bagi tumbuhan dan hewan terutama untuk bisa hidup dan tumbuh secara biasa dan normal, seperti pantai laut, padang pasir dan sebagainya. Salah satu tempat tinggal komunitas hewan dan tanaman adalah daerah pantai sebagai habitat mangrove. Di habitat ini bermukim pula hewan dan tanaman lain. Tidak semua habitat sama kondisinya, tergantung pada keaneka ragaman species dan daya dukung lingkungan hidupnya.
Telah banyak diketahui bahwa pulau, sebagai salah satu habitat komunitas mangrove, bersifat dinamis, artinya dapat berkembang meluas ataupun berubah mengecil bersamaan dengan berjalannya waktu. Bentuk dan luas pulau dapat berubah karena aktivitas proses vulkanik atau karena pergeseran lapisan dasar laut. Tetapi sedikit orang yang mengetahui bahwa mangrove berperan besar dalam dinamika perubahan pulau, bahkan cukup mengagetkan bila ada yang menyatakan bahwa mangrove itu dapat membentuk suatu pulau. Dikatakan bahwa mangrove berperan penting dalam ‘membentuk pulau’.
Beberapa berpendapat bahwa sebenarnya mangrove hanya berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan dan mengumpulkan benda dan partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat, sehingga lebih suka menyebutkan peran mangrove sebagai “shoreline stabilizer” daripada sebagai “island initiator” atau sebagai pembentuk pulau. Dalam proses ini yang terjadi adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan adanya mangrove tersebut. Peran mangrove sebagai barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya tersebut. Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove.
Bila buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian terbawa air sampai menemukan tanah di lokasi lain tempat menetap buah tersebut akan tumbuh menjadi pohon baru. Di tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan mengembangkan sistem perakarannya yang rapat dan kompleks. Di tempat tersebut bahan organik dan partikel endapan yang terbawa air akan terperangkap menyangkut pada akar mangrove. Proses ini akan berlangsung dari waktu ke waktu dan terjadi proses penstabilan tanah dan lumpur atau barisan pasir (sand bar). Melalui perjalanan waktu, semakin lama akan semakin bertambah jumlah pohon mangrove yang datang dan tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan mempertahankan daerah habitat baru ini dari hempasan ombak laut yang akan meyapu lumpur dan pasir. Bila proses ini berjalan terus, hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan terus berkembang dengan pertumbuhan berbagai jenis mangrove serta organisme lain dalam suatu ekosistem mangrove.
Dalam proses demikian inilah mangrove dikatakan sebagai bisa membentuk pulau. Sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan pelindung dan sekaligus sumber nutrien bagi organisme yang hidup di tengahnya.
Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut. Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat dan air di habitat yang bersangkutan. Demikianlah suatu ekosistem mangrove dapat terbentuk dan berkembang dari pertumbuhan biji mangrove.
Pada saat terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan perahu yang bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap gelombang dan angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar mangrove mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan, memperlambat aliran arus air. Apabila mangrove ditebang atau diambil dari habitatnya di pantai maka akan dapat mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap erosi pantai oleh gelombang laut, dan menebarkan partikel endapan sehingga air laut menjadi keruh yang kemudian menyebabkan kematian pada ikan dan hewan sekitarnya karena kekurangan oksigen. Proses ini menyebabkan pula melambatnya pertumbuhan padang lamun (seagrass).
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues). Beberapa manfaat mangrove antara lain adalah:
  • Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi. Buah vivipar yang dapat berkelana terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.
  • Menjernihkan air.
Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi untuk pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan bisa membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa zat-zat kimia atau polutan. Bila air sungai melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat kimia tersebut dapat dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih. Banyak penduduk melihat daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat merugikan karena dapat menutup akar pernafasan dan menyebabkan pohon mati.
  • Mengawali rantai makanan.
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini merupakan makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi mangsa hewan yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim atau berkunjung di habitat mangrove.
  • Melindungi dan memberi nutrisi.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
  • Manfaat bagi manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua dapat dimanfaatkan manusia. Beberapa kegunaan pohon mangrove yang langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah:
  • Tempat tambat kapal.
Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan tempat berlabuh dan bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove dapat dijadikan perlindungan dengan bagi perahu dan kapal dengan mengikatkannya pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat semacam ini tidak dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon mangrove yang bersangkutan.
  • Obat-obatan.
Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan obat-obatan. Macam-macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang beberapa species mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau peradangan pada kulit. Secara tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat penawar gigitan ular, rematik, gangguan alat pencernaan dan lain-lain. Getah sejenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-your-eye mangrove) atau Excoecaria agallocha dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi cairan getah ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat sengatan hewan laut. Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat dipakai mengusir nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai sebagai pembersih mata. Kulit pohon tancang digunakan secara tradisional sebagai obat sakit perut dan menurunkan panas. Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan, buah tancang dapat membersihkan mata, obat sakit kulit dan di India dipakai menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila di masukkan dalam air bisa dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan pembius yang memabukkan ikan (stupefied).
  • Pengawet.
Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan pengawet kain dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah tancang tersebut. Selain mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-merah sampai coklat tua, tergantung pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai untuk produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat. Air rebusan kulit pohon tingi dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang oleh nelayan di daerah Labuhan, Banten.
  • Pakan dan makanan.
Daunnya banyak mengandung protein. Daun muda pohon api-api dapat dimakan sebagai sayur atau lalapan. Daun-daun ini dapat dijadikan tambahan untuk pakan ternak. Bunga mangrove jenis api-api mengandung banyak nectar atau cairan yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang berkualitas tinggi. Buahnya pahit tetapi bila memasaknya hatihati dapat pula dimakan. .
  • Bahan mangrove dan bangunan.
Batang pohon mangrove banyak dijadikan bahan bakar baik sebagai kayu bakar atau dibuat dalam bentuk arang untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil. Batang pohonnya berguna sebagai bahan bangunan. Bila pohon mangrove mencapai umur dan ukuran batang yang cukup tinggi, dapat dijadikan tiang utama atau lunas kapal layar dan dapat digunakan untuk balok konstruksi rumah tinggal. Batang kayunya yang kuat dan tahan air dipakai untuk bahan bangunan dan cerocok penguat tanah. Batang jenis tancang yang besar dan keras dapat dijadikan pilar, pile, tiang telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi nelayan kayu mangrove bisa juga untuk joran pancing. Kulit pohonnya dapat dibuat tali atau bahan jaring.
Beberapa manfaat dan fungsi hutan mangrove dapat dikelompokan sebagai berikut:
A. Manfaat / Fungsi Fisik :
  1. Menjaga agar garis pantai tetap stabil
  2. Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi.
  3. Menahan badai/angin kencang dari laut
  4. Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru.
  5. Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar
  6. 6. Mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2.

B. Manfaat / Fungsi Biologis :
  1. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.
  2. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang.
  3. Tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak dari burung dan satwa lain.
  4. Sumber plasma nutfah & sumber genetik.
  5. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.

C. Manfaat / Fungsi Ekonomis :
  1. Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan.
  2. Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, kosmetik, dll
  3. Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak silvofishery
  4. Tempat wisata, penelitian & pendidikan.

BUNDEL KIMIA ANALISA tentang BORAKS


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
                  Boraks merupakan Kristal lunak  yang mengandung unsure boron,mudah larut dan berwarna.Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O yang banyak digunakan dalam industri non pangan,khusus nya industry kertas,gelas ,pengawet kayu  dan keramik,gelas pyrrex yang dikenal  dibuat dengan campuran boraks.Boraks juga digunakan  dalam indutri  makanan seperti mie basah,ketupat, bakso,bahkan dalam pembuatan kecap.sedangkan Natrium hidroksida dan asam boraks masing –masing bersifat antiseptik sehingga banyak digunakan dalam industry farmasi sebagai ramuan obat misalnya salap,bedak,larutan komplek dan obat pencuci mata.Penggunaan boraks dalam industri farmasi sudah sangat dikenal,hal ini dikarena kan banyak boraks dijual dipasaran dengan harga yang sangat murah.
Mengkonsumsi  boraks tidak secara langsung berakibat buruk bagi kesehatan,namun sedikit demi sedikit dapat terakumulasi dalam tubuh,sepeti dalam organ hati,otak dan testis boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga melalui kulit,boraks yang dikomsumsi dalam jumlah sedikit dikeluarkan  dari tubuh melalui urin dan tinja,namun sangat sedikit  dikeluarkan  melalui keringat.boraks juga dapat menggangu kerja enzim-enzim  dan menggangu alat reproduksi pria.selain itu efek dari boraks yaitu merangsang saraf,timbul gejala-gejala pusing, menyebabkan kebodohan/kebingungan, diare, dan muntah –muntah.  
Efek farmakologi dan toksisitas  senyawa boron dalam boraks merupakan bakterisida lemah larutan jenuh tidak membunuh staphylococcus aureus oleh karena itu toksisitas  yang lemah sehingga dapat  digunakan sebagai bahan  pengawet pangan,walaupun demikian pemakaian berulang  atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksi( keracunan).

1.2 Tujuan
              Adapun tujuan dari praktikum ini adalah mengamati dan mempelajari cirri-ciri dari produk makanan dan perikanan yang mengandung boraks

 
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
             Boraks( Na2B407) merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet kayu, antiseptic kayu dan pengontrol kecoa, boraks adalah bahan kimia yang sangat efektif jika digunakan sesuai dengan fungsinya, tetapi sangat berbahaya bila digunakan untuk bahan makanan yang dapat berakibat sangat fatal untuk jangka panjang seperti kanker hingga kematian (Svelila 6, 1979)
             Daging ikan dapat dibentuk kekuatan gel dengan melalui tahapa,yakni lunaknya daging ikan yang sudah ditambahkan garam 2-3% akan merubah protein myofibril menjadi sol.hal ini terjadi karena  adanya reaksi antar protein aktin  dan myiosin membentuk aktinmiosin pada saat ini lumatan daging ikan akan membentuk pasta  dan apabila  dibiarkan  beberapa saat setelah dilakukan pelumutan  maka daging akan dilakukan     perlakuan panas  pada suhu  500  akan menjadi pemanasan mencapai 600  (Agustin ,2008).
             Prinsip pengolahanikan dasarnya bertujuan melindungi dari pembusukan  dan kerusakan,selain itu juga  untuk memperpanjang daya awet dan mendiversifikasikan produk olahan  hasil perikanan,pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan  dan pengawetan ikan secara modern yang dikemas secara praktis dalam suatu wadah(Adawyah,2007).


BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat
                  Waktu :10:00 wib- 11:45 wib. Yang bertempatkan di gedung biru koordinatorat kelautan dan perikanan.

3.2 Alat dan Bahan
No
Alat
Bahan
1

Masker
Boraks
2

Labu ukur
Kunyit
3

Pipet tetes
Methanol
4

Gekas kimia
AgNO3
5

Sarung tangan
Aquadest
  




3.3 Cara kerja

a.    Analisa kualitatif Natrium tetraborat( boraks)
                  Uji positif dengan kunyit
            Dibuatlah  larutan kunyit dengan melarutkan  serbuk kunyit secukupnya kedalam 20 ml air yang akan digunakan sebagai indikator ,masukkan lebih kurang 2 ml air kedalam tabung reaksi  dan tambahkan boraks secukupnya ,kemudian masukkan 1 ml larutan kunyit dan lihat perubahan warna yang terjadi 

   Hasil
             Uji positif dengan pereaksi kimia      
Pada 0,5 ml larutan  sampel tambahkan:
                  Diasam sulfat pekat dan alcohol atau methanol  pada drupelpat,jika dibakar akan memberikan nyala hijau

   Hasil
  Di perak nitrat, akan terjadi endapan putih dari perak  metaborat pada pemanasan          terjadi endapan Ag2O yang berwarna hitam
            Hasil
                                                                       
                   Dibarium klorida jenuh,akan terjadi endapan putih barium metaborat        
                  Uji sampel

      Hasil
                              Dimasukkan sampel yang dihancurkan dan diduga berisi boraks kedalam tabung reaksi  dan uji dengan larutan kunyit ,bandingkan perubahan warna  yang terjadi
 
       b.Analisa kuantitatif Natrium tetraborat (boraks)
                  Dimasukkan seksama lebih kurang 500 mg sampel,larutka dalam 50 ml air di tambahkan indikator merah metil,titrasi dengan HCL 0,1 N.
Hasil
 
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
No
Bahan
Setelah reaksi
1
Air
Boraks
kunyit
Air 2ml + boraks + larutan kunyit
Kuning kecoklatan
2
Kunyit
bakso
Larutan kunyit + potongan2 bakso
Larutan berwarna kuning kecoklatan.
3
Sampel
AgNO3
Sampel+ AgNO3
Membentuk endapan perak.         
4
H2SO4
Alkohol
Boraks
H2SO4+ alkohol + boraks
Nyala warna hijau.
5
H2SO4
Alkohol
sampel
H2SO4+ Akohol + sampel
Mengeluarkan warna hijau.
6
Boraks
Metilret
HCL
Larutan boraks +metiret
Kuning kecoklatan
Larutan kuning kecoklatan di titrasi dengan HCL
Keunguan.


 4.2 Pembahasan
             Adapun dari hasil yang kami peroleh dari pengamatan analisa Natriium tetraborat (boraks) dalam produk makanan dan perikanan disini kami menggunakan sampel dari bakso untuk menguji  kandungan boraks yang terdapat dalam bakso tersebut. Bahan yang kami pakai  yaitu serbuk kunyit, methanol ,AgNO3, boraks  dan aquadest disini kami menggunakan empat macam pengujian sampel pertama yang kami lakukan dengan pengujian uji positif dengan kunyit bahan yang kami gunakan di pengujian ini yaitu serbuk kunyit ,air(aquadest) dan borak. Apabila  suatu sampel yang kita uji mengandung boraks maka ia akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan jika menggunakan serbuk kunyit. Pertama kami masukan 2ml air  kedalam tabung reaksi ,kemudian kami tambahkan boraks secukupnya  dan terakhir kani tambah larutan kunyit 1 ml menghasilkan warna kuning kecoklatan, kesimpulannya bahwa bakso yang kami teliti mengandung boraks, yang kedua kami melakukan uji positif dengan menggunakan sampel positif, yaitu larutan kunyit + potongan- potongan bakso menghasilkan warna kecoklatan kesimpulan nya bakso tersebut mengandung boraks. yang ketiga kami melakukan  uji positif dengan pereaksi kimia yaitu uji dengan menggunakan bakso.  sampel + AgNO3 menghasilkan  endapan – endapan perak, kesimpulan nya  bakso tersebut positif mengandung boraks, H2SO4 ditambah alkohol dan ditambah boraks kesimpulannya  berwarna nyala hijau. kemudian kami melakukan uji sampel  yaitu H2SO4 ditambah alkohol  dan ditambah sampel lalu di bakar menggunakan bunser hasil nya  mengeluarkan warna nyala warna hijau jadi kesimpulan nya positif mengandung boraks .
             Selanjutnya kami melakukan uji analisa natrium tetraborat (borak), larutan boraks +metilret 1 tetes  berubah warna menjadi kuning kecoklatan  kemudian di titrasi dengan HCL sampai berubah warna menjadi ungu, kesimpulan nya mengandung boraks. Jadi bakso yang kami uji megandung boraks.
  

BAB5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ø  Boraks  merupakan Kristal lunak yang mengandung unsure born,mudah larut dan berwarna,boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O yang  banyak digunakan dalam industri non pangan  khusus nya industry kertas.
Ø  Mengkonsumsi boraks  tidak secara langsung berakibat buruk bagi kesehatan namun sedikit demi sedikit dapat terakumulasi dalam ubuh.
Ø  Pada pengujian uji positif dengan kunyit positif mengandung boraks
Ø  Larutan boraks +metiret 1 tetes  berubah warna menjadi kuning kecoklatan, kemudian dititrasi dengan HCL otomtatif mengandung boraks.
Ø  Sampel+AgNO3 membentuk endapann –endapan perak
Ø  H2SO4+ Alkohol +boraks menghasilkan warna nyala hijau
5.2 saran
Ø  Kalau bisa bahan-bahan yang digunakan lebih bagus kualitasnya…karena kebanyakan yang di teliti tidak bisa berjalan dengan benar karena factor alat-alatnya yang tidak bagus lagi
.

Makalah Pengolahan Sumber Daya Ikan di Indonesia



PENGOLAHAN SUMBER DAYA IKAN INDONESIA
DISUSUN







OLEH :
T. Faizul Anhar
1111101010015



Koordinatorat Ilmu Kelautan Dan Perikanan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Tahun Ajaran 2011/2012
Banda Aceh



1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi dibeberapa Negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu.Meningkatnya permintaan ikan ini mengarah pada jumlah yang tidak terbatas, mengingat kegiatan pembangunan yang merupakan factor pendoron dari permintaan ikan berlangsung secara terus menerus. Sementara disisi lain, permintaan ikan tersebut dipenuhi dari sumberdaya ikan yang jumlahnya di alam memang terbatas. kecendrungan meningkatnya permintaan ikan telah membuka peluang berkembang pesatnya industri perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Hanya sayangnya, perkembangan industri perikanan ini lebih banyak dilandasi oleh pertimbangan teknologi dan ekonomi, dan sekaligus mengabaikan pertimbangan lainnya seperti lingkungan, social budaya serta kelestarian sumberdaya perikanan. Akibatnya, jaminan usaha perikanan yang berkelanjutan menjadi tanda tanya, disamping upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan menjadi semakin jauh.
Bagi Indonesia, perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa factor, diantaranya adalah :
  Sekitar 2.274.629 orang nelayan dan 1.063.140 rumah tangga budidaya, menggantungkan hidupnya dari kegiatan usaha perikanan.
  Adanya sumbangan devisa yang jumlahnya cukup signifikan dan cendrung meningkat dari tahun ketahun.
  Mulai terpenuhinya kebutuhan sumber protein hewani bagi sebagian masyarakat.
  Terbukanya lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, sehingga diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran dan
  Adanya potensi perikanan yang dimiliki Indonesia
Dalam kerangka pembangunan nasional, maka peningkatan kontribusi perikanan harus diupayakan secara berhati-hati, agar tidak menimbulkan dampak negative dimasa yang akan datang. Disinilah peranan pengelolaan potensi perikanan menjadi sangat strategis. Disisi lain, disadari juga bahwa pertumbuhan penduduk dunia dan pertumbuhan ekonomi beberapa negara di dunia, telah mendorong meningkatnya permintaan bahan makanan termasuk didalamnya ikan.Disamping itu, timbulnya kesadaran masyarakat akan kesehatan telah menggeser pola makan masyarakat, khususnya sumber protein hewani dari yang bersifat “red meal” (sapi, babi dan sebagainya) ke “white meal” (ikan).Kondisi tersebut diatas telah berimplikasi pada meningkatnya permintaan ikan dunia
2. SUMBERDAYA IKAN SEBAGAI SUMBERDAYA ALAM
Sumberdaya alam (natural resources) pada dasarnya mempunyai pengertian segala sesuatu yang berada dibawah atau diatas bumi, termasuk tanah itu sendiri (Suparmoko, 1997). Dengan kata lain, sumberdaya alam adalah sesuatu yang masih terdapat didalam maupun diluar bumi yang sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi. Pengertian ini berbeda dengan barang sumberdaya (resources commodity), karena merupakan sumberdaya alam yang sudah diambil dari dalam atau atas bumi dan siap dipergunakan atau dikombinasikan dengan factor produksi lainnya untuk menghasilkan produk baru yang dapat dimanfaatkan baik oleh konsumen maupun produsen.
Sumberdaya alam mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu Negara (khususnya Negara sedang berkembang), dimana semakin tinggi pertumbuhan ekonominya, akan mengakibatkan persediaan sumberdaya alam yang tersedia akan semakin berkurang. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan selalu menuntut adanya barang sumberdaya dalam jumlah yang tinggi pula, dan barang sumberdaya ini diambil dari persediaan sumberdaya alam yang ada. Dengan demikian, terdapat hubungan yang “positif” antara jumlah barang sumberdaya dengan pertumbuhan ekonomi, disamping juga hubungan yang “negative” antara persediaan sumberdaya alam dengan pertumbuhan ekonomi.
Uraian diatas memberikan peringatan kepada kita bahwa pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, apabila dilakukan tidak secara berhati-hati akan dapat mengguras persediaan sumberdaya alam yang ada. Kondisi ini pada gilirannya nanti akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan harus dilakukan secara bijaksana, dengan selalu mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya.
Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih/dapat memperbaharui diri. Disamping sifatrenewable, menurut Widodo dan Nurhakim (2002), sumberdaya ikan pada umumnya mempunyai sifat“open access” dan “common property” yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum. Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan beberapa konsekuensi, antara lain :
1) Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan (over exploitation), investasi berlebihan (over investment) dan tenaga kerja berlebihan (over employment).
2) Perlu adanya hak kepemilikan (property rights), misalnya oleh Negara (state property rights), oleh masyarakat (community property rights) atau oleh swasta/perorangan (private property rights).
Dengan sifat-sifat sumberdaya seperti diatas, menjadikan sumberdaya ikan bersifat unik, dan setiap orang mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut dalam batas-batas kewenangan hukum suatu Negara. Pada hakekatnya masalah sumberdaya milik bersama, berkaitan erat dengan persoalan-persoalan eksploitasi atau pemanfaatan yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya pendapat masyarakat yang mengatakan bahwa sumberdaya milik bersama adalah sumberdaya milik setiap orang. Oleh karena itu, dapatkan sumberdaya tersebut selagi masih baik dan mengapa kita harus menghematnya, sementara orang lain menghabiskannya. Kondisi diatas mengakibatkan sumberdaya milik bersama seperti halnya sumberdaya ikan adalah memungkinkan bagi setiap orang atau perusahaan dapat dengan bebas masuk untuk mengambil manfaat. Selanjutnya, dengan adanya orang atau perusahaan yang berdesakan karena mereka bebas masuk, maka akan terjadi interaksi yang tidak menguntungkan dan secara kuantitatif berupa biaya tambahan yang harus diderita oleh masing-masing orang atau perusahaan, sebagai akibat keadaan yang berdesakan tersebut. Dengan demikian, secara prinsip sumberdaya milik bersama yang dicirikan dengan pengambilan secara bebas maupun akibat-akibat lain yang ditimbulkan seperti biaya eksternalitas (disekonomis) dan lain sebagainya, akan menimbulkan kecendrungan pengelolaan secara deplesi.
Pengertian deplesi disini adalah suatu cara pengambilan sumberdaya alam secara besar-besaran, yang biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan mentah. Dalam kaitannya dengan sumberdaya perikanan yang sifatnya dapat diperbaharui, tindakan deplesi walaupun dapat diimbangi dengan kegiatan konservasi akan tetap melekat dampaknya terhadap lingkungan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkannya.
Lebih lanjut, Nikijuluw (2002) mengemukakan adanya 3 (tiga) sifat khusus yang dimiliki oleh sumberdaya yang bersifat milik bersama tersebut. Ketiga sifat khusus tersebut adalah :
1) Ekskludabilitas
Sifat ini berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses ke sumberdaya. Upaya pengendalian dan pengawasan ini menjadi sulit dan sangat mahal oleh karena sifat phisik sumberdaya ikan yang dapat bergerak, disamping lautan yang cukup luas.Dalam kaitan ini, orang akan dengan mudah memasuki area perairan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada didalamnya, sementara disisi lain otoritas menejemen sangat sulit untuk mengetahui serta memaksa mereka untuk keluar.
2) Substraktabilitas
Substraktabilitas adalah suatu situasi dimana seseorang mampu dan dapat menarik sebagian atau seluruh manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain.Dalam kaitan ini, meskipun para pengguna sumberdaya melakukan kerjasama dalam pengelolaan, akan tetapi kegiatan seseorang didalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia akan selalu berpengaruh secara negatif pada kemampuan orang lain didalam memanfaatkan sumberdaya yang sama. Dengan demikian, sifat ini pada dasarnya akan menimbulkan persaingan yang dapat mengarah pada munculnya konflik antara rasionalitas individu dan kolektif.



3) Indivisibilitas
Sifat ini pada hakekatnya menunjukkan fakta bahwa sumberdaya milik bersama adalah sangat sulit untuk dibagi atau dipisahkan, walaupun secara adminstratif pembagian maupun pemisahan ini dapat dilakukan oleh otoritas menejemen.
3. PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN
Pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya, dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan (FAO, 1997).Sementara Widodo dan Nurhakim (2002) mengemukakan bahwa secara umum, tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk :
1).   Menjaga kelestarian produksi, terutama melalui berbagai regulasi serta tindakan perbaikan (enhancement).
2).   Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan social para nelayan serta
3).   Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut.
3.1. MODEL PENGELOLAAN
Pengelolaan sumberdaya perikanan umumnya didasarkan pada konsep “hasil maksimum yang lestari” (Maximum Sustainable Yield) atau juga disebut dengan “MSY”. Konsep MSY berangkat dari model pertumbuhan biologis yang dikembangkan oleh seorang ahli Biologi bernama Schaefer pada tahun 1957. Inti dari konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan, agar dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang. Pendekatan konsep ini berangkat dari dinamika suatu stok ikan yang dipengaruhi oleh 4 (empat) factor utama, yaitu rekrutment, pertumbuhan, mortalitas dan hasil tangkapan. Pengelolaan sumberdaya ikan seperti ini lebih berorientasi pada sumberdaya (resource oriented) yang lebih ditujukan untuk melestarikan sumberdaya dan memperoleh hasil tangkapan maksimum yang dapat dihasilkan dari sumberdaya tersebut. Dengan kata lain, pengelolaan seperti ini belum berorientasi pada perikanan secara keseluruhan (fisheries oriented), apalagi berorientasi pada manusia (social oriented).
Pengelolaan sumberdaya ikan dengan menggunakan pendekatan “Maximum Sustainable Yield” telah mendapat tantangan cukup keras, terutama dari para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa pencapaian“yield” yang maksimum pada dasarnya tidak mempunyai arti secara ekonomi. Hal ini berangkat dari adanya masalah “diminishing return” yang menunjukkan bahwa kenaikan “yield” akan berlangsung semakin lambat dengan adanya penambahan “effort” (Lawson, 1984). Pemikiran dengan memasukan unsur ekonomi didalam pengelolaan sumberdaya ikan, telah menghasilkan pendekatan baru yang dikenal dengan “Maximum Economic Yield” atau lebih popular dengan “MEY”.Pendekatan ini pada intinya adalah mencari titik yield dan effort yang mampu menghasilkan selisih maksimum antara total revenue dan total cost.
Selanjutnya, hasil kompromi dari kedua pendekatan diatas kemudian melahirkan konsep “Optimum Sustainable Yield” (OSY), sebagaimana dikemukakan oleh Cunningham, Dunn dan Whitmarsh (1985).Secara umum konsep ini dimodifikasi dari konsep “MSY”, sehingga menjadi relevan baik dilihat dari sisi ekonomi, social, lingkungan dan factor lainnya.Dengan demikian, besaran dari “OSY” adalah lebih kecil dari “MSY” dan besaran dari konsep inilah yang kemudian dikenal dengan “Total Allowable Catch”(TAC). Konsep pendekatan ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan “MSY”, diantaranya adalah :
1). Berkurangnya resiko terjadinya deplesi dari stok ikan
2). Jumlah tangkapan per unit effort akan menjadi semakin besar
3). Fluktuasi TAC juga akan menjadi semakin kecil dari waktu ke waktu
Hasil pengkajian terakhir yang telah dilakukan terhadap sumberdaya ikan Indonesia, menunjukan bahwa jumlah potensi lestari adalah sebesar 6,409 juta ton ikan/tahun, dengan tingkat eksploitasi pada tahun terakhir mencapai angka 4,069 juta ton ikan/tahun (63,49%). Dengan demikian, masih ada cukup peluang untuk meningkatkan produksi perikanan nasional. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah adanya beberapa zone penangkapan yang kondisi sumberdaya ikannya cukup memprihatinkan dan sudah melampaui potensi lestarinya (over fishing), yaitu di perairan Selat Malaka dan perairan Laut Jawa. Akan tetapi di kedua perairan tersebut, terdapat beberapa kelompok ikan (ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil di Selat Malaka serta ikan demersal di Laut Jawa) yang masih mungkin untuk dikembangkan eksploitasinya.
Sementara di 7 (tujuh) zone penangkapan lainnya, sekalipun tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya secara keseluruhan masih berada dibawah potensi lestari, akan tetapi untuk beberapa kelompok ikan sudah berada pada posisi “over fishing”. Sebagai contoh, udang dan lobster di perairan Laut Cina Selatan, ikan demersal; udang dan cumi-cumi di perairan Selat Makasar dan Laut Flores. Oleh karena itu, pada beberapa perairan yang kondisi pemanfaatan sumberdaya ikannya telah mendekati dan atau melampaui potensi lestarinya, maka perlu kiranya mendapatkan perlakuan khusus agar sumberdaya ikan yang ada tidak “collapse”. Informasi yang berkaitan dengan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan Indonesia, telah dipublikasikan oleh “Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut” pada tahun 1998. Dalam publikasi tersebut, wilayah perairan Indonesia dibagi menjadi 9 (sembilan) zone, yaitu :
1) Selat Malaka
2) Laut Cina Selatan
3) Laut Jawa
4) Selatan Makasar dan Laut Flores
5) Laut Banda
6) Laut Seram dan Teluk Tomini
7) Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik
8) Laut Arafura
9) Samudra Hindia
Sementara dalam menentukan stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia, dipergunakan beberapa metoda sesuai dengan jenis dan sifat sumberdaya ikan Dalam kaitan ini terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan didalam mengelola sumberdaya perikanan, agar tujuan pengelolaan dapat tercapai.Pendekatan dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh Gulland dalam Widodo dan Nurhudah (1985) adalah sebagai berikut :


1). Pembatasan alat tangkap
2). Penutupan daerah penangkapan ikan
3). Penutupan musim penangkapan ikan
4). Pemberlakuan kuota penangkapan ikan
5). Pembatasan ukuran ikan yang menjadi sasaran
6). Penetapan jumlah hasil tangkapan setiap kapal
3.2. PERANAN PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN
Dalam pelaksanaanya di Indonesia, pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengelola sumberdaya ikan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 33) maupun Undang-Undang Perikanan No. 9 tahun 1985, yang intinya memberikan mandat kepada pemerintah didalam mengelola sumberdaya alam untuk kesejahteraan rakyat. Keterlibatan pemerintah didalam pengelolaan sumberdaya ikan ini, menurut (Nikijuluw, 2002) diwujudkan dalam 3 (tiga fungsi), yaitu :
1).   Fungsi Alokasi, yang dijalankan melalui regulasi untuk membagi sumberdaya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
2).   Fungsi Distribusi, dijalankan oleh pemerintah agar terwujud keadilan dan kewajaran sesuai pengorbanan dan biaya yang dipikul oleh setiap orang, disamping adanya keberpihakan pemerintah kepada mereka yang tersisih atau lebih lemah.
3).   Fungsi Stabilisasi, ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tidak berpotensi menimbulkan instabilitas yang dapat merusak dan menghancurkan tatanan social ekonomi masyarakat.
Didalam menjalankan fungsi-fungsi diatas, maka kiranya pemerintah perlu mempertimbangkan cara pandang teleologik sebagaimana diungkapkan oleh Hull dalam Nasoetion (1999), yaitu dengan selalu melihat tujuan atau akibat dari suatu tindakan.Dengan demikian, dalam etika teleologi suatu tindakan dinilai baik apabila tindakan tersebut mempunyai tujuan baik dan mendatangkan akibat yang baik pula (Keraf, 2002). Etika teleology sendiri dikelompokkan menjadi 2 (dua), dimana salah satunya adalah utilitarianisme yang banyak dipergunakan sebagai pegangan didalam menilai sebuah kebijakan yang bersifat public. Selanjutnya (Keraf, 2002) juga mengemukakan terdapat 3 (tiga) kriteria yang dipergunakan dalam teori utilitarianisme sebagai dasar tujuannya, yaitu :
1).   Manfaat, yaitu kebijakan atau tindakan itu mendatangkan manfaat tertentu.
2).   Manfaat terbesar, yaitu kebijakan atau tindakan tersebut mendatangkan manfaat lebih besar atau terbesar bila dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan alternatif lain. Dalam kaitan ini, apabila semua alternatif yang ada ternyata sama-sama mendatangkan kerugian, maka tindakan atau kebijakan yang baik adalah yang mendatangkan kerugian terkecil.
3).   Manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang,artinya suatu kebijakan atau tindakan dinilai baik apabila manfaat terbesar yang dihasilkan berguna bagi banyak orang. Semakin banyak orang yang menikmati akibat baik tadi, maka semakin baik kebijakan atau tindakan tersebut.
Di Indonesia pada dasarnya pengelolaan perikanan lebih berkaitan dengan masalah manusia (people problem) dari pada masalah sumberdaya (resources problem). Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa lebih dari 60% produksi perikanan Indonesia dihasilkan oleh perikanan skala kecil, yang banyak menyerap tenaga kerja yang dikenal dengan nelayan.Kaiser dan Forsberg (2001) memberikan beberapa hal yang harus diperhatikan didalam pengelolaan perikanan, yaitu :
1). Jumlah stakeholder perikanan adalah banyak
2). Kebijakan pengelolaan harus dapat diterima oleh semua stakeholder
3). Hormati sebanyak mungkin nilai-nilai yang berkembang di masyarakat
4). Kebijakan harus mempertimbangkan aspek social, politik dan ekonomi
Cara pandang pengelolaan sumberdaya perikanan seperti ini pada hakekatnya telah dipahami oleh sebagian besar masyarakat perikanan Indonesia. Hanya saja, pada saat ini sebagian besar daerah di Indonesia pengelolaan sumberdaya perikanan lautnya masih berbasis pada pemerintah pusat (Government Based Management). Dalam pengelolaan seperti ini, pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan.Sedangkan kelompok masyarakat pengguna hanya menerima informasi tentang produk-produk kebijakan dari pemerintah.Menurut Satria dkk, (2002), pengelolaan perikanan seperti ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah :
1).   Aturan-aturan yang dibuat menjadi kurang terinternalisasi didalam masyarakat, sehingga menjadi sulit untuk ditegakan.
2).   Biaya transaksi yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan adalah sangat besar, sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukum.





















Daftar Pustaka

Food and Agricultural Organization, 1997. Fisheries Management. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries, No. 4 82p. Rome.
Cunningham. S, M.R. Dunn and D. Whitmarsh, Fisheries Economics. An Introduction. Mansell Publishing Limited. London.
Dahuri, R, 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. Jakarta.
Keraf, A.S, 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas.Jakarta.
Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, 1998. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. LIPI.Jakarta.
Lawson. R.M, 1984. Economics of Fisheries Development.Fraces Pinter (Publisher). London.
Nasoetion, A.H, 1999. Pengantar Ke Filsafat Sains. PT. Pusaka Litera Antar Nusa. Bogor.
Suparmoko, M, 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. (Suatu Pendekatan Teoritis).Ed.2. BPFE. Yogyakarta.
Widodo, J dan M. Nurhudah, 1995. Pengelolaan Sumberdaya Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan.Jakarta.
Widodo, J dan S. Nurhakim, 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Disampaikan dalam Training of Trainers on Fisheries Resource Management. 28 Oktober s/d 2 November 2002. Hotel Golden Clarion. Jakarta.